Pages

Monday, 14 May 2012

PENDIDIKAN SAYYIDINA RASULULLAH SAW MENGATASI MARAH


Dalam arus kehidupan, manusia sering kali dihadapkan pada suatu masalah yang memaksanya untuk memilih, apakah menghadapinya dengan penuh ketenangan atau menyingkapinya dengan amarah dan penuh emosi.
Secara etimologis, kata ‘emosi’ adalah terjemahan dari bahasa Arab, al-ghadlab. Dalam Alquran, kata al-ghadlab, dengan perubahan bentuk kata, jumlahnya tak kurang dari 24 kali. Dari sekian banyak ayat tersebut, kata al-ghadlab lebih banyak dikaitkan kepada Allah sebagai Sang Khaliq. Hanya sedikit ayat yang mengaitkan al-ghadlab dengan manusia. Itu pun bukan terhadap manusia biasa, tetapi terhadap Nabi Musa AS. “Dan, tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati, ia pun berkata, ‘Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku.’” (QS al-A’raf [7]: 150).

Dalam ayat itu, disebutkan pula bahwa Nabi Musa sempat menarik rambut saudaranya sendiri, Nabi Harun, kerana sering marah dan emosinya. Tentang sikap marahnya Nabi Musa, juga dibadikan dalam surah Taha [20]: 86 dan tentang redanya emosi tersebut juga diabadikan dalam surah al-A’raf [7]: 154.
Diceritakan dalam sebuah hadis bahwa seorang sahabat datang tergopoh-gopoh menghadap Nabi SAW untuk meminta nasihat. Nabi menjawab, “La taghdlab”, hindari sikap marah (emosi). Nabi SAW mengulangi nasihatnya sebanyak tiga kali.

Hadis ini cukup menjadi bukti bahwa manusia sering kali terjebak dalam keadaan emosi atau marah yang berpanjangan hingga tidak ada peluang bagi orang lain untuk meminta maaf. Karena itu, wajar bila Nabi SAW mengulangi nasihatnya sebanyak tiga kali.

Bagaimana menguasai marah atau mengurus emosi? Nabi SAW pernah memberikan petunjuk. “Jika kamu marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan duduk, berbaringlah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan berbaring, segera bangkit dan ambil air wudu untuk bersuci dan lakukan shalat sunah dua rakaat.”

Betapa bijaknya nasihat Rasul SAW di atas. Sebab, ketika manusia sedang marah, ia mengalami dua hal. Pertama, ketegangan saraf, terutama saraf otak. Kedua, dirinya sedang bergelut dengan sebuah kekuatan hawa nafsu yang maha dahsyat. Dalam pandangan agama, hawa nafsu itu di gambarkan  dengan kekuatan syaitan.
Maka, ajaran Nabi SAW tentang perubahan gerakan fizik dari berdiri kepada duduk dan dari duduk kepada berbaring bertujuan untuk melenturkan dan meredakan (relaksasi) ketegangan saraf otak dan saraf-saraf lainnya. Jika gerakan fizik juga tidak mampu meredakan emosi, Nabi SAW berpesan agar segera berwudu dan mendirikan shalat dua rakaat. Tujuannya, segera berlindung kepada kekuatan Allah untuk mengusir kekuatan syaitan yang terbungkus dalam bentuk sikap marah dan emosi. Wa Allahu A’lam.

Nota Tambahan *****


Marah?

Ada apa dengan marah?

Adakah ia merupakan satu perasaan?

Marah adalah perasaan yang paling dibenci oleh Allah swt. Perasaan marah ini juga dibenci oleh semua orang. Jikalau anda seorang yang pemarah, perbanyaklah berzikir mengingati Allah swt. Perbanyakkan muhasabah diri.

  "Jauhilah kemarahan, kerana ia adalah bara api yang bernyala-nyala dalam hati anak Adam".

 Lihat diri sendiri dan bertanya: adakah anda seorang yang sempurna dari tidak melakukan kesilapan dan kesalahan dalam kehidupan seharian? Kita semua adalah manusia yang begitu banyak dosa lagi tidak sempurna.

Oleh itu, Jikalau kita ingin memarahi seseorang, fikir dahulu sebelum melakukannya.Jika kemarahan itu berterusan, elakanlah ia dengan mengambil wuduk, membaca Al-quran, beristighfar, berzikir dan berdoa supaya hati kita sentiasa tenang.

Abu Dzar al-Ghifari berkata: Rasulullah pernah berkata kepada kami:

"Apabila marah seorang kamu yang sedang berdiri maka hendaklah ia duduk supaya hilang kemarahannya. Kalau masih belum juga hilang maka hendaklah ia berbaring".

Always remember..

Always be positive thinking and positive attitude insyAllah you will be the greatest of ummah.. InsyAllah :)

No comments:

Post a Comment